Rabu, 13 Oktober 2010

Tulisan Softskill Ekonomi Koperasi

Tulisan Ekonomi Koperasi
Dosen : Ibu Yuniawati
Nama : Putra Arthama Kalasuat
Kelas : 2 EB 18
NPM : 25209851
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA PADA PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Setelah itu, khusus pada tahun pertama setelah merdeka, keadaan skonomi Indonersia sangat buruk. Defisit saldo neraca pembayaran dan sefisit keuangan pemerintah sangat besar; kegiatan pertanian dan industri manufaktur berhenti; tingkat inflasi sangat tinggi, hingga mencapai 500% menjelang akhir periode orde lama. Hal ini disebabkan terutama karena pendudukan Jepang, Perang Dunia II, Perang revolusi, dan manajemen ekonomi makro yang sangat jelek. Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal/ modern, seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil, yang memiliki kontribusi lebih besar daripada sektor informal/ tradisional terhadap output nasional atau produk domestik bruto (PDB) didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing yyang banyak berorentasi ekspor.
Keadaan ekonomi Indonesia, terutama nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di tanah air, termasuk perusahaan milik Belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda, ditambah lagi dengan laju inflasi yang sangat tinggi pada dekade 1950-an. Selain kondisi politk yang tidak mendukung, buruknya perekonomian Indonesia disebabkan oleh keterbatasan faktor produksi, seperti SDM, teknologi, dan kemempuan pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Nasionalisasi perusahaan Belanda dan asing lainnya pada tahun 1957 dan 1958 adalah awal dari periode ”ekonomi terpimpin”. Sistem ekonomi dan politk pada masa orde lama, khususnya ”ekonomi terpimpin” dicanangkan, semakin dekat dengan haluan/ pemikiran sosialis/ komunis.
Keadaan ini semakin membuat Indonesia sulit untuk mendapatka dana dari negara Barat, baik dalam bentuk pinjaman maupun penanaman modal asing (PMA). Hingga akhir dekade 1950-an, sumber penanaman modal asing Indonesia berasal dari Belanda yang sebagian besar digunakan untuk kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk kegiatan ekonomi yang terkait.
Pada akhir bulan september1965, ketidakstabilan politik dan ekonomi mencapai puncaknya dengan gagalnya kudeta dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA PADA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru. Dalam era orde baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor, yang sempat mengalami stagnasi pada masa orde lama. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima tahun secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh negara-negara Barat. Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank Pembangunan Asia) dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri atas sejumlah negara maju, termasuk Jepang dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam waktu yang relatif pendek setelah melakukan perubahan sistem politiknya secara drastis, dari yang ”pro” menjadi ”anti” komunis, Indonesia bisa mendapat bantuan dana dari pihak Barat. Pada saat itu belum ada krisis utang luar negeri dari kelompok LDCs seperti pada dekade 1980-an sehingga dikatakan bahwa perhatian Bank Dunia pada saat itu dapat dipusatkan sepenuhnya kepada Indonesia.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran. Dengan kepercayaan yang penuh bahwa akan ada trickle down effect, pada awalnya pemerintah memusatkan pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu secara potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang dan hanya di pulau Jawa karena pada saat itu fasilitas-fasilitas infrastruktur dan sumber daya manusia relatif lebih baik dibandingkan di provinsi-provinsi lainnya di luar pulau Jawa. Pada bulan April 1969 Repelita 1 dimulai dengan penekanan utama pada pembangunan sektor pertanian dan industri-industri yang terkait, seperti agroindustri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada Repelita 1 terpusat pada pembangunan industri-industri yang dapat menghasilkan devisa lewat ekspor dan substitusi impor, industri-industri yang padat karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional, dan juga industri-industri dasar, seperti pupuk, semen, kimia dasar, pulp, kertas, dan tekstil. Pembangunan ekomomi yang terjadi selama periode orde baru juga berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat per kapita di Indonesia. Sebagai suatu rangkuman, sejak masa orde lama hingga berakhirnya masa orde baru dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami 2 orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni dari ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman rezim Soekarno ke ekonomi terbuka yang berorientasi kapitalis pada masa pemerintahan orde baru menjadi jauh lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan orde lama.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa ada beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik. Kondisi-kondisi itu adalah sebagai berikut :
1. Kemauan yang kuat (Political Will)
Presiden Soeharto memiliki kemauan yang kuat (political will) untuk membangun ekonomi Indonesia.
2. Stabilitas Politik dan Ekonomi
Pemerintahan orde baru berhasil dengan baik menekan tingkat inflasi dari sekitar 500% pada tahun 1966 menjadi sekitar 5% hingga 10% pada awal dekade 1970-an.
3. Sumber Daya Manusia yang Lebih Baik
Dengan sumber daya manusia yang semakin baik, pemerintahan orde baru memiliki kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan.
4. Sistem Politik dan Ekonomi Terbuka yang Western Oriented
Pemerintahan orde baru menerapkan sistem politik dan ekonomi terbuka yang western oriented.
5. Kondisi Ekonomi dan Politik Dunia yang Lebih Baik
Selain oil boom, juga kondisi ekonomi dan politik dunia pada era orde baru.

URL Saya : http://putraarthamakalasuat.blogspot.com/

Tugas Softskill Ekonomi Koperasi

Tugas Ekonomi Koperasi

Nama : Putra Arthama Kalasuat

Kelas : 2 EB 18

NPM : 25209851

Dosen : Ibu Yuniawati

Soal :

1. Jelaskan pengertian Ekonomi Koperasi ?

2. Cari kasus tentang Ekonomi Koperasi dan cara penyelesaiannya ?

Jawaban :

1. Menurut asal katanya, Koperasi berarti bekerja bersama-sama, dari kata ko dan operasi. Jadi koperasi merupakan perkumpulan orang-orang untuk mengadakan kerjasama bukanlah merupakan konsentrasi modal. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967, Koperasi Indonesia diartikan sebagai :

Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum. Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotong-royongan.

A. Fungsi Koperasi Indonesia menurut Undang-Undang tersebut adalah :

1) Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.

2) Alat pendemokrasian ekonomi nasional.

3) Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia.

4) Alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia, serta dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.

Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya.

Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:

1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.

4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

5) Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa.

Koperasi dimaksudkan untuk menampung kegiatan perekonomian pada tingkat lapisan bawah yang masih merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Untuk melancarkan kegiatan-kegiatan mengembangkan lapisan bawah tersebut, pada awal tahun 1978 telah dikeluarkan instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1978 tentang Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dan Koperasi Unit Desa (KUD).

B. Sumber Keuangan Koperasi

1) Anggota Koperasi

Modal yang dikumpulkan oleh para anggota dapat dibedakan menjadi :

· Simpanan Pokok, yaitu simpanan yang harus dipenuhi oleh setiap orang pada saat mulai menjadi anggota koperasi, besarnya tetap dan sama untuk anggota.

· Simpanan Wajib, yaitu simpanan yang diwajibkan kepada anggota untuk membayar pasda waktu tertentu, misalnya sebulan sekali.

· Simpanan Sukarela, yaitu simpanan yang besarnya dan waktunya tidak tertentu tergantung pada kerelaan anggota, atau perjanjian antara anggota dengan koperasi.

2) Pinjaman

Pinjaman uang kepada anggota atau pihak lain dapat dilakukan apabila modal yang ada dirasa belum mencukupi.

3) Hasil Usaha

Keuntungan yang diperoleh koperasi dari hasil penjualan di atas harga belinya dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar volume usahanya. Sumber dana seperti ini disebut hasil usaha.

4) Penanam Modal

Sumber dana dari penanam modal jarang didapat di Indonesia karena banyak usaha lain selain koperasi yang dianggap lebih menarik.

C. Jenis Koperasi

1) Koperasi Produksi

Koperasi Produksi bertujuan memproduksi dan menjual barang secara bersama-sama. Jenis koperasi yang dapat dimasukkan ke dalam Koperasi Produksi antara lain : Koperasi Kerajinan, Koperasi Perikanan, Koperasi Pertanian.

2) Koperasi Konsumsi

Koperasi yang mempunyai kegiatan di bidang penyediaan barang-barang yang dibutuhkan konsumen, terutama anggota koperasi. Dalam hal ini barang-barang dibeli untuk dijual lagi dengan harga yang rendah.

3) Koperasi Kredit

Koperasi yang beroperasi di bidang pemberian kredit kepada para anggota dan bukan anggota dengan bunga yang serendah-rendahnya. Sunber dananya berasal dari simpanan para anggota sendiri. Kredit banyak diberikan kepada orang yang membutuhkan saja.

Pembagian Koperasi yang lain adalah didasarkan pada luas daerahnya. Dalan hal ini Organisasi Koperasi dapat dibagi ke dalam :

1) Koperasi Primer

Koperasi Primer adalah suatu unit Koperasi terkecil yang meliputi wilayah yang kecil pula.

2) Koperasi Pusat

Koperasi Pusat terdiri atas paling sedikit lima Koperasi Primer yang sudah berbadan hukum.

3) Gabungan Koperasi

Gabungan Koperasi merupakan sekelompok koperasi yang terdiri atas paling sedikit tiga Pusat Koperasi.

4) Induk Koperasi

Induk Koperasi merupakan Koperasi yang terdiri atas sedikitnya tiga Gabungan Koperasi yang sudah berbadan hukum, wilayahnya meliputi seluruh Indonesia.

Bentuk Koperasi yang populer di Indonesia sekarang adalah KUD yang bergerak di bidang pertanian. Pada dasarnya, kegiatan KUD adalah menyalurkan saran produksi pertanian dan membeli serta memasarkan hasil pertanian tersebut, dipadukan dengan penyuluhan serta penyediaan kredit.


D. Sejarah Awal Berdirinya Koperasi

Koperasi adalah institusi (lembaga) yang tumbuh atas dasar solidaritas tradisional dan kerjasama antar individu, yang pernah berkembang sejak awal sejarah manusia sampai pada awal “Revolusi Industri” di Eropa pada akhir abad 18 dan selama abad 19, sering disebut sebagai Koperasi Historis atau Koperasi Pra-Industri. Koperasi Modern didirikan pada akhir abad 18, terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial yang timbul selama tahap awal Revolusi Industri.

Koperasi merupakan salah satu lembaga ekonomi yang menurut Drs. Muhammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia) adalah lembaga ekonomi yang paling cocok jika diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sifat masyarakat Indonesia yang tinggi kolektifitasannya dan kekeluargaan.Tapi sayangnya lembaga ekonomi ini malah tidak berkembang dengan pesat di negara Republik Indonesia ini. Kapitalisme berkembang dengan pesat dan merusak sendi-sendi kepribadian bangsa tanpa berusaha untuk memperbaikinya. Sehingga jurang kesenjangan sosial semakin lebar dan tak teratasi lagi.

Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir.
Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed
1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai
sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik
dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada
kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula
koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan
koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada
kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki
beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih
dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi
bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan
penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan
kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya (Masngudi 1989, h. 1-2).
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih
di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping
banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya (Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau
mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah
dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf
Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika
ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen
(koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari
cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah
dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja .

Dalam hubungan ini kegiatan simpan pinjam
yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908
menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian
pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi
yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko
koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di
Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan
kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda.

Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng
Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat
(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager
adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji
Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di
mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5
anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan
periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan
akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan
Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan
berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat
dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di
Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada
tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H.
Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk.


2. Contoh Kasus Ekonomi Koperasi dan cara penyelesaiannya.

· Contoh Kasus SHU

Koperasi "Putra Jaya" yang jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 100.000.000,- menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2001 sebagai berikut :
(hanya untuk anggota):

Penjualan Rp 460.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
_ Cadangan Koperasi 40%
_ Jasa Anggota 25%
_ Jasa Modal 20%
_ Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
a. Perhitungan pembagian SHU
b. Jurnal pembagian SHU
c. Perhitungan persentase jasa modal
d. Perhitungan persentase jasa anggota
e. Hitung berapa yang diterima Tuan Putra (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja
di koperasi Maju Jaya senilai Rp 920.000,-

JAWABAN
a. Perhitungan pembagian SHU
Keterangan SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota 25% Rp 10.000.000,-
Jasa Modal 20% Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% Rp 6.000.000,-
Total 100% Rp 40.000.000,-
b. Jurnal
SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota Rp 10.000.000,-
Jasa Modal Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain Rp 6.000.000,-

c.Persentase jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x 100%
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x 100% = 8%

Keterangan:- Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
- Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang

d. Persentase jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x 100%
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x 100% = 2,17%

Keterangan: - perhitungan di atas adalah untuk koperasi konsumsi
- untuk koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman

e. Yang diterima Tuan Putra:
- jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x Modal Tuan Putra
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x Rpo 500.000,- = Rp 40.000,-
- jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Tuan Putra
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x Rp 920.000,- = Rp 20.000,-
Jadi yang diterima Tuan Putra adalah Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-


· Contoh Kasus Permasalahan Makroekonomi pada Koperasi

Tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut.

Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu Depkop tidak tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Depkop adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu, lantas dalam menjalankan operasinya, Depkop tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya koperasi.

Hal lain yang menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk “membina” gerakan koperasi.

Cara Penyelesaian :

Sekali lagi, koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma) “membina” sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu “dibina”, apalagi dengan fakta bahwa “pembinaan” pemerintah selama ini tidak efektif. Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).


URL Saya : http://putraarthamakalasuat.blogspot.com/